BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah sehingga angka kecelakaan kerja yang mengakibatkan tenaga
kerja mengalami cacat dan meninggal dunia cukup tinggi. Padahal kemajuan
perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.
Sehubungan dengan perkembangan sektor industri yang
semakin kompleks, terdapat banyak sumber yang berpotensi menimbulkan bahaya
kebakaran. Bahaya kebakaran adalah salah satu musuh utama pada setiap kegiatan
produksi. Dengan memperhatikan banyaknya dampak buruk yang diakibatkan oleh
bahaya kebakaran baik yang diderita oleh pekerja maupun pengusaha maka dengan
demikian sudah saatnya di lingkungan kerja menyediakan sarana keselamatan untuk
menjaga kesehatan dan keselamatan kerja para pekerja terutama di bidang
industri yang rentan dengan risiko kebakaran. Namun kenyataan yang ada pada
saat ini penggunaan berbagai macam material, mesin-mesin, alat-alat kerja,
energi, proses kerja yang buruk, kurang keterampilan dan latihan kerja, serta
tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya dalam industrialisasi berpotensi
menimbulkan kebakaran.
Dengan memperhatikan banyaknya dampak buruk yang
diakibatkan oleh bahaya kebakaran baik yang diderita oleh pekerja maupun
pengusaha maka perlu diadakan suatu program khusus untuk penanggulangan
kebakaran yang didalamnya terdapat organisasi penyelamat dan kelengkapan sarana
keselamatan terhadap bahaya kebakaran guna menghindari kerugian yang lebih
buruk.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
implementasi contoh kasus kebakaran di tempat kerja yang tidak sesuai atau
merupakan bentuk pelanggaran terhadap KEPMEN No 186 tahun 1999, PERMEN No 4
Tahun 1980 dan Intruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 tahun 1997?
2. Bagaimana
penerapan Peraturan Perundangan
Kebakaran KEPMEN No 186 tahun 1999, PERMEN No 4 Tahun 1980 dan Intruksi
Menteri Tenaga Kerja No 11 tahun 1997 serta analisis pada studi kasus tersebut?
1.1 KASUS 1
Kebakaran
Indo Glove Medan tewaskan 4 orang
MEDAN | Dikonews- Kebakaran pabrik sarung tangan milik PT Indo Glove
di KIM Mabar yang menewaskan 4 karyawan dan melukai 5 lainnya harus
dipertanggungjawabkan oleh manajemen PT Indo Glove. “Hal ini sudah dipastikan
merupakan akibat lalainya perusahaan sarung tangan Indo Glove dalam menerapkan
standar keselamatan kerja dipabrik,”ujar Direktur LBH Medan Suryadinata dalam
rilisnya. Pemilik pabrik telah menunjukan kelalaian kriminal dan pelanggaran aturan
keselamatan kerja. Menurut aturan setiap pabrik harus menyediakan alat pemadam
api, adanya alarm kebakaran kemudian dilatihnya buruh dalam cara penggunaan
alat pemadam kebakaran, jikalau semua hal tersebut terpenuhi maka kemungkinan
besar korban jiwa dapat diminimalisir.
Diduga disekitar pabrik tidak ada ditemukan hidrant air padahal
merupakan suatu kewajiban pemilik pabrik untuk menyediakan hidrant air apalagi
pabrik tersebut bahan baku dan bahan jadinya adalah karet yang resiko kebakaran
sangat tinggi. Perbuatan pemilik pabrik yang tidak menyediakan hidrant air
disekitar pabrik dapat dikualifisir sebagai bentuk kelalaian pemilik pabrik
yang dapat dipidana. Dikatakannya, para keluarga korban maupun keluarga korban
yang telah meninggal dunia dapat menuntut pertanggungjawaban perusahaan secara
pidana maupun secara perdata dan pemerintah dapat mengenakan denda terhadap
perusahaan.
LBH Medan meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk
memulai proses pidana dan mengusut tuntas kejadian ini serta menangkap pemilik
pabrik. Sudah semestinya semua orang yang bertanggung jawab harus dibawa
kepengadilan. Kemudian meminta kepada pemerintah agar melakukan pemantauan dan
pengawasan yang efektif dï tempat kerja khususnya pabrik-pabrik agar insiden
serupa tidak terjadi kembali dimasa yang akan datang.
3.2 Analisis Kasus 1
Di dalam kasus kebakaran yang terjadi di pabrik sarung tangan milik
PT Indo Glove di KIM Mabar, disebabkan karena lalainya perusahaan sarung tangan
Indo Glove dalam menerapkan standar keselamatan kerja dipabrik.
Masalah :
·
Tidak adanya unit
penanggulangan kebakaran di dalam pabrik
sarung tangan Indo Glove seperti hidran serta tidak adanya pelatihan
buruh dalam cara penggunaan alat pemadam kebakaran.
Hal
ini tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No. KEP.186/MEN/1999
tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, yaitu pada pasal-pasal
sebagai berikut:
1.
Pasal 2 ayat 1
Pengurus
atau Perusahaan wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan
penanggulangan kebakarn di tempat kerja.
2. Pasal
2 ayat 2
Kewajiban
mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran di tempat kerja sebagaiman
dimaksud pada ayat (1) melipti:
a. Pengendalian
setiap bentuk energi;
b. Penyediaan
sarana deteksi, alarm, memadamkan kebakaran dan sarana evakuasi;
c. Pengendalian
penyebaran asap, panas dan gas;
d. Pembentukan
unit penanggulangan
3. Pasal 5
Unit
penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri dari :
a. Petugas peran kebakaran;
b. Regu penanggulangan kebakaran;
c. Koordinator unit penanggulangan kebakaran;
d. Ahli k3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai
penanggung jawab teknis.
4. Pasal
14
Ayat 1 : Kursus
teknik penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 12
diselenggarkan oleh Perusahaan Jasa K3 yang telah ditunjuk oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
·
buruh dalam cara penggunaan
alat pemadam kebakaran. Disekitar
pabrik juga tidak ada ditemukan
hidrant air padahal merupakan suatu kewajiban pemilik pabrik untuk menyediakan
hidrant air apalagi pabrik tersebut bahan baku dan bahan jadinya adalah karet
yang resiko kebakaran sangat tinggi. Perbuatan pemilik pabrik yang tidak
menyediakan hidrant air disekitar pabrik dapat dikualifisir sebagai bentuk
kelalaian pemilik pabrik yang dapat dipidana
karena melanggar Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per‐04/MEN/1980.
Pasal
4 ayat 1,4
1. Setiap
satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat
dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda
pemasangan.
1. Pemasangan
dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai dengan jenis dan
penggolongan kebakaran seperti tersebut dalam lampiran 2.
·
LBH meminta kepada pemerintah agar melakukan pemantauan dan pengawasan
yang efektif dï tempat kerja khususnya pabrik-pabrik agar insiden serupa tidak
terjadi kembali dimasa yang akan datang. Ketidaksesuaian
dengan aturan tentang INSTRUKSI TENAGA KERJA NOMER: INS. 11/ M/ BW/ 1997
tentang pengawasan khusus K3 penanggulangan kebakaran yang menginstruksikan
untuk melakukan pengawasan pemasangan sarana proteksi kebakaran pada proyek
konstruksi bangunan.
3.3 KASUS 2
Human Error
Pemicu Kebakaran Pabrik Swallow
"Saat mesin dinyalakan, tiba-tiba keluar lidah api yang mengenai bahan
kimia dan karet."
Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta mensinyalir
penyebab kebakaran pabrik sandal Swallow di Jalan Kamal Raya No 34, Kalideres,
Jakarta Barat akibat human error.
Menurut Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI
Jakarta Paimin Napitupulu, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan dan
keterangan korban luka, kebakaran diakibatkan forklip yang terbakar.
"Saat mesin dinyalakan, tiba-tiba keluar lidah api yang mengenai bahan
kimia dan karet di dekatnya," ujarnya di Jakarta, Selasa, 16 Maret 2010.
Sementara itu, kemarin, petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan
Bencana DKI yang melakukan penyisiran di lokasi kembali menemukan tubuh yang
telah menempel dengan bahan plastik dan karet.
Setelah diidentifikasi, ternyata itu adalah bagian tubuh jenazah Parngat,
petugas keamanan yang telah ditemukan sebelumnya. "Indikatornya dari
cincin, kunci motor dan kunci loker. Mungkin tubuhnya terbelah saat proses
evakuasi menggunakan esvakator, ujar Paimin.
Dijelaskan Paimin, hingga kini jenazah yang ditemukan di lokasi kebakaran
berjumlah empat orang. Keempat korban masing-masing bernama Andrew Anggrayani
(29) yang diketahui tengah hamil lima bulan, Liana yang merupakan staf
administrasi, Rusli (70) kepala gudang, dan Parngat (60) petugas keamanan.
Petugas sampai sekarang masih melakukan pendingin di lokasi, karena masih
adanya beberapa titik api. Petugas juga masih menyiagakan alat berat untuk
mempermudah proses evakuasi. Dalam kesempatan yang sama, Paimin menyesalkan kurangnya sistem
pemadaman kurang baik. Hal itu, diperparah sikap manajemen perusahaan
yang kurang kooperatif, termasuk pendataan jumlah karyawan. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafli Amar menuturkan,
penyelidikan yang rencananya dilakukan Puslabfor Mabes Polri akan dilakukan
setelah pemadaman api ataupun bara di lokasi dinyatakan telah selesai.
Anton, Manajer HRD PT Sinar Jaya Prakarsa mengakui adanya
keteledoran. Pasalnya, pada waktu kebakaran pintu darurat yang seharusnya
digunakan untuk menyelamatkan diri saat itu, dalam kondisi terkunci sehingga
menyulitkan karyawan keluar.
"Keteledoran itu kami akui, tapi soal penyebab
kebakaran akan dilakukan penyelidikan,” katanya.
Dia juga minta maaf kepada keluarga korban karena sampai
hari ini belum dapat mengevakuasi seluruh korban yang tewas. Dia mengungkapkan
perusahaan bukan tidak peduli, tapi terbentur dengan kebijakan direksi.
"Bukannya kami menghindar, tapi kami belum mendapat
kejelasan tentang identitas korban," katanya.
Terkait sistem keamanan kerja dan penanggulangan
kebakaran, Anton mengatakan pabriknya memiliki 20 titik hidran di lahan seluas
2 hektar persegi, dan 216 alat pemadam ringan (apar). Bahkan, ada sejumlah tenaga kerja yang
ditarik berasal dari petugas pemadam.
"Ini peristiwa keempat dan kami sudah mengantisipasi
dengan menyiapkan kebutuhan dalam penanganan kebakaran. Ini
musibah," katanya
3.4 Analisis Kasus 2
Di
dalam kasus kebakaran yang terjadi di pabrik Swallow disebabkan karena human
error, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan
dan keterangan korban luka, kebakaran diakibatkan forklip yang terbakar.
Lokasi : pabrik sandal Swallow di Jalan Kamal Raya No 34, Kalideres, Jakarta Barat
Waktu : Selasa, 16 Maret 2010
Korban : 4 orang
Masalah :
·
Petugas tidak mengidentifikasi tentang
adanya faktor yang dapat menimbulkan bahaya, karena kebakaran pada pabrik
swallow ini disebabkan oleh forklip yang
tebakar. Selain itu, sikap manajemen
perusahaan yang kurang kooperatif, termasuk pendataan jumlah karyawan.
Pada kasus
ini terjadi pelanggaran pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I
No. KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja :
1.
Pasal 7 ayat 1 :
Petugas
peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat a mempenyai tugas :
a.
Mengidentifikasi dan melaporkan
tentang adanya faktor yang dapat menimbulkan kebakaran;
b.
Memadamkan kebakaran pada tahap
awal;
c.
Mengarahkan evakuasi orang dan
barang;
d.
Mengadakan koordinasi dengan instasi
terkait;
e.
Mengamankan lokasi kebakaran
2. Pasal
2 ayat 2
Kewajiban
mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran di tempat kerja sebagaiman
dimaksud pada ayat (1) melipti:
e. Pengendalian
setiap bentuk energi;
f. Penyediaan
sarana deteksi, alarm, memadamkan kebakaran dan sarana evakuasi;
g. Pengendalian
penyebaran asap, panas dan gas;
h. Pembentukan
unit penanggulangan
3. Pasal 3
Pembentukan
unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja dan atau klasifikasi tingkat potensi
bahaya kebakaran.
Pelanggaran
pasal 3, dikarenakan perusahan tidak mendata jumlah karyawan sehingga
perusahaan tidak dapat memperkirakan jumlah alat pemadam kebakaran sesuai
dengan yang dimaksud dalam pasal 3.
Pada
kasus ini juga terdapat adanya
keteledoran,dimana pada
waktu kebakaran pintu darurat yang seharusnya digunakan untuk menyelamatkan
diri saat itu, dalam kondisi terkunci sehingga menyulitkan karyawan keluar.
Dan sistem pemadaman kurang baik dimana alat-alat pemadam api yang
dimiliki Pabrik Swallow tidak berfungsi dengan baik karena peletakan dan pemeliharaan
yang kurang tepat. Dalam hal ini melanggar PERMEN No. 4
Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan pasal 4 ayat 1 dan pasal 11 ayat
1.
Pasal 4 ayat
1
·
Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan
pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta
dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan.
Pasal 11
ayat 1
·
Setiap alat pemadam api ringan
harus diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu :
a.
Pemeriksaan dalam jangka 6 bulan
b.
Pemeriksaan dalam jangka 12 bulan
0 komentar:
Posting Komentar